Kamis, 08 Maret 2018

REVIEW BUKU DILAN


BOOMING !!!

Dilan 1990 adalah sebuah film yang bersumber dari novel karya Pidi Baiq yang berhasil membuat para penonton baper dan nggak berhenti untuk cengengesan sepanjang film, atau bahkan sesudahnya.

Dan dari film ini menjadi salah satu alasan terbesar gue untuk nge-blog lagi, ingin me-review novel setelah "Dia, Adalah Dilanku 1990" yaitu "Dia, Adalah Dilanku 1991" dan "Milea, Suara Dari Dilan."

Karena Dilan 1990 sudah ada visualisasi nya jadi menurut gue akan lebih baik jika hanya me-review cerita setelahnya, biar penasaran. He he he .. 

Ya, udah beberapa bulan bahkan sampai pergantian tahun, gue masih enggan untuk nulis. Sedang sibuk mengumpulkan pundi-pundi ilmu serta materi untuk gue bawa di masa depan kelak. He he he ...

Ok, kita mulai.

 
Sebelumnya gue memang udah tahu mengenai Novel Dilan 1990 ini, tapi gue nggak pernah mau untuk baca. Karna sejujurnya memang gue nggak suka baca novel.

Tapi, ketika film ini tayang, gue diajak firly untuk nonton, dan excited bgt. Karena penasaran dari trailer serta meme comic yang begitu banyak tersebar di media social.

Dan..

PARAH!

Sesuai dengan yang gue bahas diawal, film ini memang mampu membuat gue cengengesan nggak karuan sepanjang film itu berlangsung, film yang dikemas dengan sangat bagus, pemain yang totalitas, dialog-dialog gombalan maut Dilan yang membuat film ini sangat tidak membosankan, alur cerita yang jelas dari mulai awal permasalahan, konflik hingga klimaks nya semua dikemas bukan hanya dengan dialog saja tapi juga dengan aksi.

Dan ternyata juga film ini tidak berakhir di 1990, masih ada kelanjutan nya yaitu "Dia adalah dilanku 1991" dan "Milea, Suara dari Dilan"

Karena gue sangat kagum dan sangat begitu mengapresiasikan film ini, membuat rasa ingin tahu gue jadi semakin besar.

"Akhirnya gimana sih?"

Dan gue mencoba untuk membaca kedua novel itu karna alur ceritanya yang masih berlanjut.

Diawali dengan "Dia adalah Dilanku 1991"

Menceritakan bagaimana mereka bersama melewati hari-hari, konflik dan hingga akhirnya putus. Alur cerita nya dibuat oleh Pidi Baiq dengan Milea sebagai narasumbernya langsung. Jadi, buku ini menceritakan tentang kejadian-kejadian menurut Milea.

Sama hal nya dengan "Milea, Suara dari Dilan"

Menceritakan tentang bagaimana mereka melewati hari-hari, konflik lalu putus, dan Dilan sebagai narasumbernya langsung.

Tidak banyak perbedaan cerita dalam kedua buku ini, karna ini adalah sebuah kisah nyata mereka berdua yang dituangkan di Novel oleh Pidi Baiq. Hanya saja ada beberapa klarifikasi dari Dilan mengenai Buku yang bernarasumber dari Milea langsung.

Dari awal membaca buku Dilan 1991 dengan kisah-kisah mereka yang masih manis, membuat gue selalu ingin cepat mengganti lembar halaman dengan cerita yang baru, namun ketika sampai di Bab dimana mereka Putus, membuat gue jadi enggan melanjutkan cerita nya

Karna ngga sesuai dengan harapan :( huft

Sebelumnya, ini adalah novel yang berisikan kisah nyata, dengan Tokoh Dilan dan Milea yang benar-benar ada. Hanya saja sosok orisinil dari beberapa tokoh di novel tersebut sengaja di rahasiakan oleh Pidi Baiq demi menjaga kenyamanan hidup mereka, katanya.

Ok, nggak mau berlama-lama.

Disini juga gue nggak akan membahas dari A-Z apa yang ada dibuku, hanya saja me-review apa yang menjadi kesan gue tersendiri di buku ini.

Bagi kalian yang sudah membaca sampai buku yang terakhir, pasti sudah tahu mengapa mereka putus.

Ya. Karna Dilan ngga bisa menjaga janji untuk tidak bergabung di Geng Motor nya itu. Dengan emosi yang meledak-ledak tiba-tiba Milea datang dengan memberi sebuah tamparan dan meminta untuk mengakhiri semuanya.

Menurut gue, kalau aja Milea mau sabar sedikit, kalau aja Milea mau perlahan membimbing Dilan ke jalan yang benar, semua nggak akan seperti ini. Toh pada akhirnya perlahan Dilan pun meninggalkan geng motornya bukan karna kehilangan Lia, tapi karena kedewasaaan yang membawanya untuk memilih jalan apa yang harus dia tempuh.

Hiks.

Gue yang terus membaca sembari menyimpulkan opini-opini yang gue dapat tentang konflik ini.

Ok, mungkin disini Dilan juga salah, tidak begitu mempedulikan keinginan Milea, gue masih maklum karena itu bagian dari Jiwa Muda.

Karena di buku itu sudah dijelaskan bahwa Dilan nggak suka jika ada orang yang mendikte hidupnya, maka jika itu terjadi, dia akan sangat menjadi orang yang pemberontak.

Nggak bisa dipaksakan sekalipun itu adalah bagian dari niat baik Milea, ungkapan rasa kekhawatiran bahwa Milea takut jika Dilan menghilang dari bumi atau mempunyai masa depan yang buruk.

Tapi balik lagi, pada saat itu mereka hanya anak sekolahan yang belum bisa mengendalikan emosi.

Dan rasa penasaran gue pun semakin tinggi, hingga akhirnya gue menemukan bab dimana pada akhrinya Milea menikah dengan Mas Herdi, dan Dilan berpacaran dengan Chika.

Gue yang membaca sesekali menutup bukunya, dan mencoba untuk menerima kejadian demi kejadian.

"Kok bisa, ya?"

Meskipun cerita ini bener-bener nggak sesuai dengan harapan gue, tapi rasa pensaran yang membuat gue ingin selalu membaca nya sampai habis.

Hari-hari yang mereka jalani memang berbeda, mereka mencoba menyesuaikan diri dengan hal-hal yang sudah mereka lalui, berdua. Merasa kosong, ada yang hilang dan RINDU.

Pada saat itu gue masih mencoba untuk berfikir positif bahwa cerita pada bab itu hanyalah bagian dari Konflik, yang diakhir ternyata mereka malah bersatu, Mas herdi merelakan Milea untuk bersama Dilan begitupun sebaliknya pada Chika.

Bak di film-film yang pernah gue lihat memang seperti itu alur nya, mereka terpisah sekian lama lalu bertemu lagi dengan perasaan yang sama dan akhirnya mereka bersatu kembali tak peduli dengan siapapun yang sedang bersama nya.

Tidaaaaaaaaaaak!!!

Itu hanya ada di film-film India yang pernah gue lihat, ending nya selalu ketebak. Tapi tidak untuk kisah ini, Nyata. Dan gue nggak bisa terima :( :(

Dan kesalahan terbesar yang gue ambil dari kisah ini adalah miskomunikasi.

Di bab ini gue cukup dibuat gemas karna kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka berdua. Selama putus mereka hanya mendapat informasi-informasi bahwa keduanya sudah memiliki pasangan tanpa dipastikan dulu kebenarannya.

Dilan menyangka bahwa Lia berpacaran dengan Gunar, dan Lia menyangka Dilan berpacaran dengan Risa (wanita yang hadir dipemakaman Ayah Dilan)

Cukup membuat gue menguras emosi karena mereka berdua hanya bisa memendam dan menjalani hidup sebagaimana adanya, hanya bisa merindukan satu sama lain tanpa ada komunikasi diantara mereka.

Dilan sebagai laki-laki mungkin agak gengsi ketika harus memulai pembicaraan karena merasa bahwa Lia sudah bukan lagi miliknya dan tidak mempunyai banyak HAK untuk tahu siapa saja orang yang dekat nya.

Dan Lia, sebagai wanita hanya bisa menunggu Dilan mengabarinya dan memaafkan semua yang telah terjadi.

Andai saja, Dilan mau bertemu dengan Lia pada saat Lia memintanya melalui telfon, mungkin ini nggak akan terjadi sebegitu rumitnya.

Lagi-lagi cuma pengandaian..

Huft.

Hingga akhirnya mereka bertemu dua kali ditempat yang berbeda dengan sedikit obrolan dan dapat gue pastikan bahwa pada saat itu mereka masih ingin bersama-sama.

Hingga akhirnya Dilan memberanikan diri untuk menelfon Lia, dan semua percakapan mereka berhasil membuat gue melodramatic. Mereka sama-sama menjelaskan apa yang terjadi setelah hari perpisahan itu, mengetahui bahwa semua yang terjadi ternyata nggak sesuai dengan apa yang mereka fikirkan.

Tapi lagi-lagi realita nya sudah berbeda, Mereka harus benar-benar mengikhlaskan apa yang telah terjadi.

Ini ada bagian yang cukup membuat gue sedih pada percakapan mereka berdua di telfon .



Setelah kejelasan mereka temukan,dan dapat gue pastikan juga bahwa ini adalah keadaan tersulit dimana mereka hanya bisa pasrah ketika mereka mengetahui ternyata semua hanyalah Prasangka dan ketidakberanian mereka untuk menjelaskan. Namun lagi-lagi  mereka juga harus menyadari bahwasanya mereka telah berpisah dan benar-benar harus mengikhlaskan apa-apa yang sudah terjadi dengan sebagaimana harusnya.

Setelah mereka mengakhiri telfonnya, Dilan merasa sangat-sangat bersalah. Itu kejadian yang sangat buruk, tubuhnya serasa kosong dan lumpuh. Seperti nya kesunyian segera merasuk kedalam tubuhnya, Dia merasa bahwa pada saat itu juga dunia nya telah berantakan, perasaannya campur aduk tidak karuan dan dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

Dibuku itu juga ditulis bahwa setelah kejadian itu Dilan mencoba untuk menenangkan diri dan menemui "Bunda" nya untuk menceritakan apa yang telah terjadi dengan Lia. Bunda nya meminta agar Dilan harus melupakan segala yang sudah terjadi terlebih diantara Lia dan Dilan sudah mempunyai kehidupan masing-masing.

Masa lalu adalah masa lalu, tak usah kau hindari atau kau tolak. 
Masa lalu akan menjadi penasihat yang baik. Tidak ada gunanya kau sesali.
Biarlah itu hadir sebagai aliran yang membawamu pergi ketujuan yang lebih baik.
Terimalah kenyataan..
Dan teruslah hidup dengan melakukan apa yang benar dan menyenangkan.

- Bunda Dilan -

Dari kutipan Bunda Dilan diatas juga seharusnya bisa membuat gue sadar, bahwa kisah ini nyata dan gue harus terima itu. Penolakan yang sudah terjadi pada diri gue atas akhir dari cerita ini adalah karena gue terlalu hanyut dalam manisnya kisah cinta mereka, sehingga sangat sulit untuk diterima jika pada akhirnya perpisahan adalah menjadi pilihan mereka.


Perpisahan adalah upacara menyambut hari-hari penuh RINDU
- Pidi Baiq-

       Perpisahan memang bukanlah sesuatu yang diharapkan, tapi itu adalah kenyataan. Kenyataan yang seharusnya disadari, kenyataan bahwa pernah ada banyak mimpi yang pernah diucap seolah mimpi itu akan menjadi nyata,selama-lamanya.
       Ketika dulu, semuanya tampak indah seolah tak pernah peduli bahwa akan adanya perpisahan suatu hari nanti.
      Perpisahan adalah hal yang paling sulit untuk dipercaya, ketika semua terasa sepi, kosong dan hancur mungkin hanya kenanganlah yang dapat mengusirnya, menjadikan hal-hal manis yang pernah terjadi itu menjadi obat bahwa suatu hubungan pernah berjalan cukup menyenangkan. Meyakinkan diri sendiri bahwa perpisahan itu pasti ada, dan kenanganlah yang menjadi obatnya.

Trimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar