Jumat, 03 Juni 2016

Tentang "Rasa" Yang Sudah Tak Bisa Lagi Dipaksa

Sebenarnya aku pun sudah paham arti dari memperjuangkan seseorang.

Awalnya aku tak ingin melakukan ini, tapi tak tahu mengapa semangat ini datang tanpa aku ingini.

Kamu, ya kamu. Adalah sebuah alasan mengapa aku berani mengambil resiko yang berat " Memperjuangkan sebuah komitmen yang tersusun rapi dengan ekspektasi kita akan bahagia dengan segala cinta yang kita punya. "




Seiring waktu berjalan, aku menemukan arti dari sebuah keyakinan. Ketegasan diri untuk bertahan pada satu pilihan. Sebuah pilihan yang tak seharusnya ku pedulikan begitu dalam kala itu. Namun, lagi-lagi sang waktu yang merubah segalanya. Dan akupun terjatuh, pada suatu rasa yang mengharuskan aku untuk bertahan dan memperjuangkan komitmen ini entah sampai mana.

Aku mulai ya?

Memperjuangkan hubungan ini adalah sebuah hal yang sudah ku pikirkan matang-matang. Dengan berbagai rasa takut gagal atau kisah yang mengenaskan diwaktu lalu terus saja membayangi ku, tapi mudah saja ku lawan tanpa aku pernah sedikitpun berfikir " mengapa tidak berkaca dengan kisah yang lalu ? "

Saat itu kau sakit. Aku hanya ingin menjengukmu, membawakan mu beberapa buah dan makanan sehat untuk mu, ikut merasakan sukacita menyambut kesehatanmu. Tapi kau melarang. Kau tau ? Aku hanya ingin terlihat ada dan peduli. Tidak, aku tak berlebihan.

Tak sekalipun terlintas dibenakku bahwa ini adalah sesuatu yang percuma. Mungkin saja Tuhan ingin aku lebih giat lagi.

Bodoh ya ?

Hingga akhirnya kegaduhan dikepala dan rasa letih dalam hatiku tak bisa lagi ku sembunyikan.

Kok malah berjuang sendiri, ya ?

" Kamu capek? Yaudah diakhirin saja, ya ?

Kalimat seperti itu nggak bisa dengan mudah dilakukan sebagaimana layaknya aku memilih untuk memperjuangkan kita kala itu.

Entah mengapa namamu yang selalu ku perbincangkan pada Tuhan dalam doa kini aku merasa Tuhan telah menjawab tapi dengan jawaban yang lain.

Jawaban yang mengharuskan aku untuk berhenti memperjuangkan sesuatu yang nggak seharusnya aku lakukan. Rasanya seperti berhadapan dengan pistol didepan mata, yang sebentar lagi peluru itu akan dengan cepat menembus kepala, lalu hancur. Atau pergi berbalik arah menghindari serangan peluru, tapi malah hancur juga karna peluru menembus punggungku. 

Dan benar saja, dengan adanya kenyataan saat ini benar-benar mampu memutuskan kebahagiaan dalam diriku, dengan Sekejap.

Nelangsa setengah mati.

Tapi, Tuhan yang baik menjawab do'a ku.

Mungkin memang harus begini jalannya, harus bisa ikhlas dan sadar bahwa kau terlalu jauh untuk ku gapai.

Tenang saja, kau tak usah lagi resah akan segala keluh kesahku setiap hari. Biarkan saja kita berjalan sebagaimana baiknya kita saat ini.

Aku pergi, ya ?

12 komentar:

  1. pas bgt sihh naa sama yg lagi di alamin😭😭😭

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah makasih ya udh baca :) berarti kita sama.... Sabar yaaaaπŸ˜…

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  2. pas bgt sihh naa sama yg lagi di alamin😭😭😭

    BalasHapus
  3. Kalimat-kalimatnya manis, tapi isinya sedih :') hihihi bagus banget kok ini Fa :)

    Udah, kalau memang berjuang sendiri... pergilah :)

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. That's good πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ˜Š
    ditunggu lanjutannya πŸ˜„

    BalasHapus
  6. That's good πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ˜Š
    ditunggu lanjutannya πŸ˜„

    BalasHapus